Palu – Sorotan publik kembali mengarah pada penggunaan anggaran di lingkup DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Kali ini, paket belanja makanan dan minuman rapat yang nilainya mencapai miliaran rupiah menuai tanda tanya besar.
Berdasarkan data yang dihimpun LBH Rakyat Adil bersama media partner Fokusrakyat.net, sistem informasi pengadaan mencatat sederet paket belanja makan dan minum rapat Sekretariat DPRD Sulteng Tahun Anggaran 2025. Di antaranya, paket belanja dengan total pagu Rp 2,28 miliar dan Rp 5,72 miliar melalui mekanisme e-purchasing untuk periode Maret–Desember 2025. Selain itu, terdapat sejumlah paket lain dengan nilai ratusan juta rupiah.
Total nilai anggaran yang disebut “fantastis” tersebut memunculkan berbagai pertanyaan publik. LBH Rakyat Adil menilai, penggunaan dana untuk konsumsi rapat DPRD rawan menimbulkan potensi pemborosan uang negara, terlebih jika tidak disusun berdasarkan kebutuhan riil.
Selain itu, publik juga mempertanyakan minimnya transparansi terkait siapa vendor pemenang pengadaan, bagaimana perhitungan harga satuan makanan, serta bagaimana mekanisme pemilihan penyedia jasa. Ada pula kekhawatiran praktik penyalahgunaan mekanisme e-katalog yang justru bisa dimanfaatkan untuk mengamankan vendor tertentu.
“Tanpa keterbukaan informasi, potensi mark up harga dan konflik kepentingan sangat besar. Apalagi ini menyangkut uang rakyat,” ujar Ketua Umum LBH Rakyat Adil, Dicky Patadjenu, S.H., M.H.
Tak hanya itu, belanja besar untuk makan minum di DPRD juga dikhawatirkan memicu persepsi negatif masyarakat. Di tengah situasi ekonomi sulit, rakyat bisa menilai anggota dewan lebih sibuk mengutamakan fasilitas daripada kinerja. Hal ini dinilai berpotensi menurunkan kepercayaan publik.
LBH Rakyat Adil juga mengingatkan bahwa belanja negara harus tunduk pada prinsip efisiensi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Jika anggaran konsumsi melampaui Standar Biaya Masukan (SBM) pemerintah, bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi temuan audit BPK.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Joice Sagita Novyanti, SE., MM., selaku Kabag Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan Sekretariat DPRD Sulteng, belum memberikan tanggapan. Saat dimintai klarifikasi terkait paket belanja makanan dan minuman rapat tersebut, ia terkesan memilih “no comment”.
Publik pun menanti jawaban resmi dari pihak Sekretariat DPRD Sulteng agar persoalan ini tidak semakin menjadi bola liar di masyarakat.
Joice Sagita Novyanti, SE., MM., selaku Kabag Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan Sekretariat DPRD Sulteng, dimintai tanggapanya rincian paket anggaran makan dan minum sebagai berikut:
1. Paket Belanja Makanan dan Minuman Rapat – Satuan Kerja Sekretariat DPRD Provinsi Sulteng, TA 2025
Spesifikasi: Kudapan (Snack), Makan
Total Pagu: Rp 2.281.500.000
Metode Pemilihan: E-Purchasing
Periode: Maret – Desember 2025
2. Paket Belanja Makanan dan Minuman Rapat – Satuan Kerja Sekretariat DPRD Provinsi Sulteng, TA 2025
Spesifikasi: Makan, Kudapan (Snack)
Total Pagu: Rp 5.720.000.000
Metode Pemilihan: E-Purchasing
Periode: Maret – Desember 2025
3. Paket-paket lainnya dengan nilai beragam, antara lain Rp 109 juta, Rp 177 juta, Rp 40 juta, Rp 152 juta, Rp 41 juta, Rp 40 juta, dan Rp 129 juta.
Dengan total nilai anggaran yang mencapai angka fantastis tersebut, publik berhak mengetahui:
1. Siapa penyedia jasa/rekanan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pelaksana/pemenang pengadaan melalui e-katalog atau metode lain.
2. Dasar perhitungan satuan biaya yang digunakan dalam menetapkan pagu anggaran.
3. Rincian realisasi anggaran dan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran tersebut.
4. Langkah pengawasan internal yang dilakukan untuk memastikan penggunaan anggaran sesuai prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Adapun yang ingin kami mintai tanggapan, diantaranya :
1. Potensi Pemborosan Uang Negara
Nilai anggaran mencapai miliaran rupiah hanya untuk konsumsi rapat, yang berpotensi jauh melebihi standar kewajaran?
Ada risiko pengadaan disusun bukan berdasarkan kebutuhan riil, tetapi berdasarkan “pagu tersedia” sehingga belanja menjadi boros?
Mohon diberikan klarifikasi untuk tanggapanya?
2. Minimnya Transparansi Pengadaan
Publik tidak tahu siapa penyedia jasa (vendor) yang menang, berapa harga satuan makanan/snack, dan bagaimana proses pemilihannya?
Jika informasi ini tidak dibuka, potensi praktik mark up harga dan konflik kepentingan menjadi besar?
Mohon diberikan tanggapan?
3. Potensi Penyalahgunaan Mekanisme E-Katalog
Sistem e-purchasing atau e-katalog seharusnya menekan harga, tetapi dalam praktiknya sering dipakai untuk memuluskan penunjukan vendor tertentu?
Risiko adanya vendor “titipan” yang dekat dengan pihak internal DPRD/Sekretariat?
Mohon tanggapanya?
4. Persepsi Negatif & Turunnya Kepercayaan Publik
Rakyat bisa memandang anggota dewan lebih mementingkan fasilitas diri daripada kinerja?
Isu ini sangat sensitif karena terjadi di tengah situasi ekonomi sulit, sehingga memicu kemarahan publik?
5. Potensi Pelanggaran Prinsip Efisiensi & Akuntabilitas Keuangan Negara
Sesuai Pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, setiap belanja harus dilakukan secara hemat dan bertanggung jawab?
Jika biaya makan dan minum terlalu tinggi, berpotensi melanggar prinsip tersebut dan menjadi temuan BPK?
6. Risiko Ketidaksesuaian dengan Standar Harga Pemerintah
Bisa terjadi perbedaan signifikan antara harga satuan yang dibelanjakan dengan Standar Biaya Masukan (SBM) yang ditetapkan pemerintah?
Ini berpotensi jadi temuan audit dan bahkan mengarah ke kasus hukum?
Permintaan klarifikasi ini kami ajukan sebagai bentuk pengawasan publik, demi memastikan bahwa penggunaan uang negara benar-benar sejalan dengan prinsip transparansi dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Namun, Joice Sagita Novyanti, S.E, M.M, selaku Kepala Bagian (Kabag) Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan di lingkup Sekretariat DPRD Sulteng, belum memberikan tanggapan terkesan no komen, saat dimintai tanggapan terkait Paket Belanja Makanan dan Minuman Rapat – Satuan Kerja Sekretariat DPRD Provinsi Sulteng, TA 2025.