Donggala — Ketegangan baru muncul di Kabupaten Donggala. Seorang oknum Kepala Desa Sibualaong yang diduga sebagai pemeran utama dalam video syur yang sempat viral, kini melaporkan dua wartawan dan satu aktivis LSM ke Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan tersebut menyeret tiga nama, masing-masing Tamsyir (wartawan Metrosulawesi), Jamrin Abu Bakar (wartawan Media Alkhairat), dan Heri Soumena, Ketua LSM Aliansi Donggala Bergerak sekaligus pimpinan LP2KP.
Ketiganya mengaku telah menerima surat panggilan resmi dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulteng, untuk dimintai klarifikasi terkait laporan pencemaran nama baik yang diajukan oleh oknum kepala desa tersebut.
Kasus ini bermula dari beredarnya video tak senonoh yang diduga melibatkan seorang oknum kepala desa di Kecamatan Balaesang Tanjung.
BACA JUGA : BNN: Sekitar 50 Orang Meninggal Akibat Narkoba, Terbanyak di Usia 14-25 Tahun
BACA JUGA : Arsenal Hajar Slavia Praha dengan Skor Telak 3-0
BACA JUGA : Polres Donggala Ungkap Lima Kasus Narkotika di Sejumlah Kecamatan, Berikut Info Lokasi Kasusnya
Video berdurasi beberapa menit itu sempat menyebar di sejumlah grup media sosial lokal dan menimbulkan kehebohan di masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Donggala sendiri, melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), telah memberhentikan sementara oknum kades tersebut untuk kepentingan pemeriksaan lebih lanjut.
Namun, alih-alih diam, oknum kades justru melaporkan pihak yang dianggap menyebarkan atau memperbincangkan video itu di media sosial dan grup WhatsApp.

Menanggapi laporan tersebut, Heri Soumena, Ketua Aliansi Donggala Bergerak, menegaskan bahwa dirinya dan rekan-rekan wartawan akan bersikap kooperatif menghadapi panggilan dari kepolisian.
“Iya benar saya terima surat panggilan dari Polda Sulawesi Tengah. Katanya pencemaran nama baik, tapi kami menanggapinya sebagai hal biasa. Semua orang berhak mendapat perlindungan hukum,” ujar Heri, Selasa (4/11).
Heri menambahkan, laporan tersebut harus dibuktikan secara hukum.
“Apapun bentuk pengaduannya, harus jelas di mana unsur pencemaran nama baiknya. Apalagi Pemda sudah memberhentikan sementara oknum kades itu. Kami juga berharap pihak Siber Polda memberi penjelasan apakah video yang beredar itu asli atau rekayasa,” tegasnya.
Sementara itu, Jamrin Abu Bakar, wartawan Media Alkhairat, turut mengonfirmasi bahwa dirinya juga menerima panggilan serupa.
Ia menilai perlu ada kejelasan mengenai dasar hukum laporan tersebut.
“Nama baik apanya yang saya cemarkan sehingga saya dilaporkan? Itu harus jelas,” ujarnya.
Jamrin juga mengungkapkan bahwa dirinya diduga dilaporkan karena menjadi admin grup WhatsApp “Donggala Warisan Sejarah”, tempat isu video tersebut pertama kali diperbincangkan.
“Kalau soal grup WA, itu ada banyak admin, bukan hanya saya. Saya tidak pernah melakukan pencemaran nama baik. Kalau mau tahu lebih jelas, silakan tanya pengacaranya, Alfian, selaku pelapor,” ungkapnya.
Menurutnya, jika percakapan internal grup WA kemudian bocor ke luar, berarti ada pihak yang sengaja memprovokasi dan memperluas isu tersebut.
“Grup itu bersifat internal. Kalau kemudian melebar ke publik, tentu ada yang punya niat lain,” tambahnya.































