Jakarta – Konflik tumpang tindih lahan antara PTPN dan PT Rimbunan Alam Sentosa (RAS), anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (AALI) Tbk, kembali menjadi sorotan.
Aktivis sekaligus tokoh agama dan pemuda Morowali Utara, Pendeta Allan Billy Graham, bertemu dengan A.M. Akbar Supratman Andi Agtas, Senator asal Sulawesi Tengah yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI, untuk menyampaikan keresahan masyarakat terkait masalah tersebut.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Jakarta pada Selasa (3/12/2024), Pendeta Allan menyoroti operasi PT RAS yang selama 14 tahun berjalan di atas HGU milik PTPN.
Data dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) mencatat kerugian negara akibat aktivitas ini mencapai lebih dari Rp100 miliar.
Meski kasus ini telah memasuki tahap penyidikan di Kejati Sulteng, dan sejumlah alat operasional telah disita oleh tim penyidik Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), PT RAS tetap beroperasi.
“Di sinilah wibawa hukum diuji. Apakah hukum benar-benar menjadi panglima di negeri ini, atau justru ada pengecualian bagi korporasi besar? Perusahaan BUMN seperti PTPN seolah-olah diinjak-injak, sementara hak-hak masyarakat terus dikebiri,” tegas Allan.
Selain kerugian negara, Allan juga menyoroti ketidakadilan terhadap masyarakat sekitar terkait HGU yang tak pernah terealisasi.
Bahkan, ada upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak-haknya.
Respon Pimpinan MPR RI
Menanggapi laporan tersebut, Akbar Supratman berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini.
Ia berjanji akan mengonfirmasi langsung kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dan membentuk Tim Advokasi Rakyat melalui Kementerian Hukum dan HAM.
“Proses ini harus dibuat terang-benderang. Masyarakat harus menerima haknya, negara tidak boleh dirugikan, dan investasi harus tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Akbar.
Pihak PT Astra Agro Lestari Angkat Bicara
Sementara itu, Media & PR Analyst PT Astra Agro Lestari Tbk, Muh Husni, memberikan klarifikasi dalam konferensi pers di Palu pada Kamis malam (28/11/2024).
Husni menegaskan bahwa pihaknya tidak bermaksud mangkir dari panggilan Kejati Sulteng, melainkan hanya meminta penjadwalan ulang karena kesibukan manajemen.
“Kehadiran kami di daerah ini adalah atas undangan pemerintah untuk membantu pembangunan dan mengurangi pengangguran. Kami mendukung dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Husni.
Dampak Konflik
Konflik ini tak hanya melibatkan kepentingan perusahaan dan pemerintah, tetapi juga menyangkut kesejahteraan masyarakat Morowali Utara.
Pendeta Allan berharap agar upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pimpinan MPR RI dapat memberikan keadilan dan menjamin hak-hak masyarakat yang telah lama terabaikan.
Dengan perhatian dari berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua MPR RI, diharapkan kasus ini segera menemukan titik terang sehingga menciptakan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.