FOKUS RAKYAT.NET, PALU — Penyidik di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng, menghentikan penyidikan, terkait perkara dugaan korupsi pembayaran ekskalasi Jembatan IV Palu (Jembatan Kuning Ponulele).
Pembayaran ekskalasi itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu kepada PT. Global Daya Manunggal (GDM), untuk biaya jembatan IV Palu itu.
Baca juga : Kapolres Palu Tabur Bunga di Makam Pahlawan, Peringati HUT Bhayangkara ke-75
Penghentian masing-masing berdasarkan, SP3 Nomor : Print-108/P.2/Fd.1/04/2021 tanggal 21 April 2021, bagi tersangka inisial ID SP3 Nomor :Print-106/P.2/Fd.1/04/2021 tanggal 21 April 2021, bagi tersangka NMR.
Dan SP3 Nomor : Print-107/P.2/Fd.1/04/2021 tanggal 21 April 2021, bagi tersangka S.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Jacob Hendrik Pattipeilohy SH.,MH., melalui Kasi Penkum Kejati Sulteng, Raza Hidayat, SH., MH., mengatakan, penghentian penyidikan itu tidak dapat ditingkatkan ke tahap penuntutan karena adanya alasan pembenar, tidak selesainya tindak pidana, telah daluwarsa (verjaring) dan tidak cukup bukti.
Baca juga : Tiga Pasangan Bukan Suami Istri Terjaring Razia di Hotel
Maka dari itu, kata Reza, perbuatan tersangka tidak memenuhi unsur pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18, Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal 1 angka 4 Jo. Pasal 5 angka 4 Jo. Pasal 21 UU 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN maupun turut serta seperti yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, maka penyidikan dihentikan,”kata Reza Rabu (30/6).
Baca juga : Polres Parimo Gelar Vaksinasi Massal COVID-19, Kapolres : Serentak 23 Puskesmas
Sebelumnya ID, NMR dan S ditetapkan sebagai tersangka Oktober 2020.
Kejati menilai, pembayaran yang dilakukan tidak sah sehingga merugikan negara Rp 14,5 miliar.
Telah ditemukan alat bukti cukup terjadinya tindak pidana korupsi secara bersama-sama melakukan duplikasi pembayaran pekerjaan tambahan sekitar Rp1,7 miliar dan pembayaran penyesuaian harga (eskalasi) secara tidak sah sebesar Rp12 miliar.
Baca juga : Wakil Gubernur : Pengentasan Kemiskinan di Sulteng Jadi Prioritas
Pembayaran penyesuaian harga secara tidak sah tersebut dilakukan karena tanpa review dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pembayaran harusnya dilakukan Tahun 2007. Di sini tidak terjadi kestabilan harga, sehingga mekanisme penyelesaian melalui BANI merupakan sarana untuk menerima pembayaran dari anggaran negara secara tidak sah sebesar Rp14,5 miliar.
Pembayaran Rp14,5 miliar diminta oleh rekanan karena adanyanya perhitungan pekerjaan tambah kurang dan eskalasi harga dibuat secara sepihak oleh PT. GDM, setelah Serah Terima Sementara Pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO) Tahun 2006. (**/man)