PALU (FOKUSRAKYAT.NET) – Kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi dampaknya bakal dirasakan para pekerja atau kaum buruh. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini memperparah derita buruh, yang selama ini telah dirugikan dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja.
Agar derita ini tidak berlanjut, Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FSPNI) Provinsi Sulawesi Tengah, Lukius Todama meminta, agar membatalkan kenaikan BBM bersubsidi.
Pihaknya menolak keras kenaikan BBM bersubsidi ini, karena dinilai merupakan kebijakan yang sama sekali tidak pro rakyat.
Profil Pejabat Eselon II Namanya Terseret Dalam Kasus Pembagian Fee Proyek TTG dan Website Desa
“Keputusan yang diambil Presiden dan DPR ini kami nilai sangat merugikan rakyat kecil. Olehnya kami minta kebijakan ini direvisi,” tegas Lukius, Selasa (7/9) kemarin.
Dampak dari kenaikan BBM subsidi ini, paling dirasakan oleh para buruh dengan gaji kecil. Dengan kenaikan harga BBM, bisa-bisa kata dia, gaji para buruh hanya habis untuk membeli BBM saja.
Apalagi adanya undang-undang Cipta Kerja, sudah sangat mempersulit kehidupan pekerja. “Dalam undang-undang itu mengatur terkait kesepakatan kerja di awal masuk, yang penggajiannya tidak lagi mengacu pada UMK.
Semisal UMK Rp2,8 juta, tapi di awal masuk sudah disampaikan gaji Rp2 juta dan pekerja sepakat, maka hilang Rp800 ribu yang jadi hak pekerja. Bayangkan bagaimana susahnya mereka ditambah dengan adanya kenaikan ini,” sesal Luki.
Jaringan Irigasi D.I Balukang II Sempat Disoroti Kini Dilakukan Perbaikan
Pengalihan subsidi BBM ke Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang hanya Rp600 ribu, dirasakan kurang ada manfaatnya bagi kaum pekerja maupun masyarakat khususnya masyarakat Sulawesi Tengah.
Dia mencontohkan, khusus biaya pendidikan sekolah anak saja, sudah berapa uang yang harus dikeluarkan. Belum lagi harus membeli perlengkapan sekolah, seperti sepatu dan seragam.
“Ditambah uang jajan anak dan biaya transportasi anak ke sekolah. Itu baru dari segi pendidikan anak, belum yang lain-lain. Maka itu, hal ini perlu dipertimbangkan dan dikaji lagi, karena sangat merugikan masyarakat,” tegasnya.
Oknum Wartawan Mengalami Tindak Kekerasan Saat Investigasi Perusahaan Tambang
Jika pemerintah bertahan dengan kenaikan harga BBM ini, dia menjamin, bakal banyak pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebab, bila harga BBM tinggi, sementara para pekerja telah habis gajinya untuk kebutuhan yang lain dan tidak mampu lagi membeli BBM, maka tidak akan bisa pergi ke tempat kerja.
“Nah, aturan perusahaan jika tidak masuk 3 sampai 4 hari kerja, maka dapat di PHK. Ini yang membuat kami sangat menolak keras kenaikan BBM subsidi ini,” katanya.
Fee Proyek TTG dan Website Desa di Donggala Santer Melibatkan Pejabat Eselon II Kian Memanas
Kenaikan BBM, kata dia, juga berpengaruh kepada kebutuhan pokok. Jika harga-harga kebutuhan pokok naik, maka pengeluaran pekerja pun semakin banyak, sementara gaji yang mereka terima tidak berubah.
Sedangkan BLT yang digelontorkan pemerintah, tidak bisa mengimbangi pengeluaran masing-masing masyarakat. “BLT juga tidak semua bisa dinikmati rakyat kecil. Banyak juga yang tidak tepat sasaran,” tandasnya.(*/Luki)