iklan

Tiga Gubernur di Sulawesi Tolak Memperpanjang Kontrak Perusahaan Nikel PT. Vale  

gubernur
Gubernur Sulteng bersama rombongan menyampaikan penolakan kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (8/9/2022). (FOTO HUMAS)
pasang-iklan-anda-disini

FOKUSRAKYAT.NET — Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Rusdy Mastura, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman, dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi kompak menolak memperpanjang kontrak karya (KK) PT. Vale yang berakhir tahun 2025 nanti.

Mereka menyampaikan penolakan tersebut kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (8/9/2022).

PASANG IKLAN

Di wilayah Sulsel lahan PT. Vale kurang lebih 90 – 120 ribu hektare.

“Sulteng sisa lahan 22,5 ribu hektare setelah dilepas 36 ribuan hektare. Sultra belum diketahui,” ungkapnya.

Gubernur Sulteng Cudy sapaan Rusdy Mastura menolak perpanjangan PT Vale bila tidak menyepakati beberapa hal.

Salah satunya, membagi lahan kepada perusahaan daerah. Sudah waktunya, daerah penghasil juga menjadi daerah penikmat hasil sumber daya alamnya.

Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman dengan tegas juga mengatakan menolak adanya perpanjangan KK perusahaan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Menurutnya, sepanjang sejarah Vale Indonesia, khususnya di Sulawesi, tercatat belum pernah ada masyarakat dari wilayahnya yang menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut.

“Jangankan menjadi management, Perusahaan Daerah wilayah Sulsel juga tidak boleh melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak jenis solar untk aktivitas pertambangan Vale tersebut,” katanya.

Andi Sudirman menyayangkan sikap perusahaan Vale Indonesia atas daerahnya. Sebab, kontribusi terhadap Sulsel juga tidak terlalu besar atau dalam setahun mencapai Rp 200 miliar.

“Tidak ada perpanjangan untuk mereka. Jika langsung dikasih perpanjangan 35 tahun berat kami,” tegas Andi Sudirman.

Sebab lanjut Dia, ketika salah jalur saat tidak punya finansial bagus untuk kelolanya 35 tahun menjadi penderitaan bagi mereka.

Kalau Freeport bisa dilepas ke Pemprov/Pemda, kenapa ini tidak? Harapannya serahkan lahan itu ke pemda masing – masing.

Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan bahwa PT. Vale Indonesia saat ini menyewa konsesi lahan pertambangan sekira 70 ribu hektare di Sulsel.

Ia mengaku bahwa pendapatan pemerintah provinsi dari sewa lahan PT. Vale tidak sepadan, pasalnya pemerintah daerah hanya mendapatkan Rp 1,3 miliar setiap tahun.

“Untuk menyewa Rp 1,3 miliar ini Rp 60.000 per hektar kali sekarang, sewa lahan itu normalnya untuk Petani,” tutur Andi Sudirman.

Jika BUMN menyewakan kepada petani di sana tambah dia, maka Rp 1,7 juta per hektare dan petani mendapatkan Rp 5 – 10 juta per hektare.

“Kalau menguasai 70 ribu hektare ini bisa sampai Rp 400 miliar per tahun sewa saja, kalau nyewa gak nyentuh apa cuma menanam. Kalau jual tanah air beda lagi,” ungkapnya.

Belum ada Pengajuan Perpanjangan KK

Kementrian ESDM melalui Pelaksana Harian Dirjen Minerba, M. Idris F. Sihite mengatakan bahwa perusahaan asal Brazil tersebut saat ini belum mengajukan perpanjangan KK menjadi IUPK.

Di mana KK tersebut akan habis pada 2025 mendatang.

“Vale belum mengajukan kan habis 2025. Ketentuan paling cepat ngajuin itu 5 tahun, minimum paling lambat 1 tahun harus ngajuin,” jelas M Idris.

Ia juga menilai hal yang wajar bagi tiga Gubernur menyepakati menolak perpanjangan PT Vale Indonesia. Sebab hal itu merupakan bagian dari aspirasi.

Perusahaan, ujar M. Idris, sudah ada ketentuan perpanjangan bagaimana menjaga iklim investasi.

Gubernur Andi Sudirman Sulaiman secara tegas mengatakan pihaknya menolak KK PT. Vale Indonesia.

Ia meminta supaya lahan bekas tambang perusahaan nikel di Blok Sorowako, Luwu Timur beralih ke BUMD.

Mereka akan memperjuangkan tambang eks Vale untuk dikelola oleh perusahaan daerah Provinsi dan Kabupaten.

“Posisi Pemprov jelas untuk memiliki konsesi tersebut berada di bawah kendali Pemprov bersama Pemkab Lutim,” ujar Andi Sudirman.

Ia mengatakan selama ini kontribusi perusahaan masih minim. Termasuk soal lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya.

“Lahan Eks Vale dan Kontrak Karya hanya kontribusi 1,98 persen Pendapatan Daerah,” katanya.

Andi Sudirman berpendapat hal ini bisa penyebab perlambatan penanganan kemiskinan Luwu Raya dan Lutwu Timur, wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA).

“Sudah waktunya Pemprov Sulsel dan Pemkab Luwu Timur tidak hanya menjadi penonton di wilayah kita sendiri,” tegas Andi Sudirman.

Ia menekanan mereka harus berdaulat di wilayah sendiri. Di mana pemerintah harus memperjuangkan hak – hak masyarakat.

SUMBER : GNEWS

bainaa selatan iklan kepala
Editor: Firmansyah
pasang iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!