TINAUKA – Kepala Desa Tinauka, Suherman, membantah tuduhan yang menyebut dirinya menahan sertifikat tanah warga yang dijanjikan melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sejak 2019.
Menurut Suherman, tuduhan tersebut tidak benar, dan ia menjelaskan ada beberapa alasan mengapa sebagian sertifikat belum diterbitkan.
Dari total 2.000 bidang tanah yang diukur pada saat itu, hanya 1.720 sertifikat yang berhasil diterbitkan sesuai dengan pengajuan.
Sisanya belum terbit karena beberapa kendala teknis, seperti lokasi tanah yang masuk dalam kawasan hutan lindung, tumpang tindih dengan HGU (Hak Guna Usaha) PT. Lestari Tani Teladan, dan sengketa kepemilikan.
Baca juga : Cekcok Soal Kerusakan Kipas Angin, Perseteruan Tante dan Ponakan Didamaikan Polisi
“Jadi, tidak benar kalau saya menahan sertifikat itu. Ada alasan-alasan teknis yang membuat sertifikat belum bisa diterbitkan, seperti kawasan hutan lindung atau HGU perusahaan,” jelas Suherman.
Dia juga menegaskan bahwa lebih dari 100 sertifikat masih dalam proses di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Donggala.
Setelah sertifikat siap, pihaknya akan mengambilnya di kantor BPN dan mendistribusikannya ke warga melalui dusun masing-masing.
Terkait biaya, Suherman mengakui bahwa ada biaya operasional yang dibutuhkan untuk proses pengambilan sertifikat.
“Memang ada biaya untuk operasional dari awal kegiatan sebesar Rp350 ribu, dan itu tidak bisa dipungkiri. Namun, ini murni untuk operasional, bukan biaya tambahan yang memberatkan warga,” tambahnya melalui telepon.
“Biaya yang dimaksud itu bukan biaya operasional pengambilan sertifikat di kantor BPN melainkan biaya operasional dari awal kegiatan 350rb/ sertifikat,” tambahnya lagi.
Sebelumnya, beberapa warga Desa Tinauka mengungkapkan kekecewaan mereka karena belum menerima sertifikat tanah yang telah dijanjikan melalui PTSL sejak 2019.
Mereka menduga sertifikat tersebut ditahan oleh pihak desa tanpa alasan yang jelas, dan berharap ada tindakan dari aparat berwenang untuk menyelesaikan masalah ini.
“Sudah lima tahun kami menunggu sertifikat ini, tapi sampai sekarang belum juga diberikan. Kami berharap aparat penegak hukum turun tangan karena ini adalah hak kami,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, warga juga menyatakan bahwa mereka telah membayar biaya pengukuran tanah sebesar Rp250 ribu namun sertifikat belum juga diserahkan, menambah rasa frustrasi mereka atas situasi ini.
Permasalahan ini memicu perhatian banyak pihak, dan warga berharap ada transparansi dalam proses distribusi sertifikat PTSL di Desa Tinauka.