TOLITOLI, FOKUSRAKYAT.NET — Bantuan sapi kepada 2 kelompok ternak (Poknak), berada di Kecamatan Basi Dondo, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, disinyalir terindikasi mengalami Penyakit Mulut dan Kuku, atau sering disebut PMK.
Pasalnya, bantuan sapi diberikan Dinas Ketahanan provinsi Sulteng, kepada Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pemuda Panca Dewa, dan Kelompok Usaha Pemuda Seberang Jaya, sebanyak 19 ekor belakangan diketahui terindikasi Penyaki Kuku dan Mulut (PMK ).
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bidang Peternakan, Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Tolitoli, Sukriyanti, saat dikonfirmasi, di ruang kerjanya, selasa kemarin, (20/12).
“Benar bantuan sapi yang berasal dari provinsi kepada kelompok yang berada di Kecamatan Basi Dondo, sejumlah 19 ekor itu terindikasi PMK,” Ujarnya kepada wartawan.
Menurutnya, ia mengetahui hal itu, saat dihubungi manteri hewan, yang berada di Kecamatan Basi Dondo, yang meminta untuk mengecek langsung sapi ke pada dua kelompok yang diberikan.
“Saat itu saya dihubungi manteri hewan yang ada di kecamatan, bahwa ada sapi bantuan dari Dinas Ketahanan Provinsi yang diberikan kepada warga yang terlihat terindikasi ada PMK, saat itu juga pihak kami turun, Saat ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Satgas kabupaten untuk menindak lanjuti kasus PMK tersebut,” Terang Sukriyanti.
Ditempat terpisah, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) NU Tolitoli, Fahrul baranuli, kepada wartawan media ini, meminta Kementrian Pertanian klarifikasi terhadap bantuan sapi terindikasi PMK, terkait adanya bantuan sapi tersebut.
Dalam penilaian awal, Fahrul mengatakan, ada dugaan pelanggran SOP dalam penyaluran bantuan sapi tersebut.
“Yang harus dilakukan disini tentunnya penyelidikan awal oleh penyidik, karena setiap tindak pidana pelanggaran karantina adalah kejahatan serius yang harus dituntaskan,” terangnya.
“Kita melihat keseriusan dampak kejahatan pelanggaran karantina di sini dan hal itu dapat dilihat dalam Undang Undangl Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan tumbuhan, dimana ancaman pidananya diatas lima tahun,” Jelasnya.
Lebih jauh, Fahrul menambahkan, dalam undang – undang ini terdapat ancaman pidana sepuluh tahun penjara. Ini berarti Undang Undang Nomor 21 Tahun 2019 lebih tajam daripada Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 dalam materinya.
“Di dalam Undang Undang 21 Tahun 2019 setelah tindakan karantina,” jelasnya lagi.
Jauh ia, menjelaskan jika undang – undang ini tidak memberikan mekanisme lain selain penindakan. Jika sudah memenuhi delik pidana.
Ditambah lagi, dalam penyaluran bantuan tersebut, ia mencoba melakukan penelusuran ke Dinas Peternakan tolitoli, dimana kelompok penerima bantuan tersebut tidak masuk dalam data Calon Penerima dan Calon Lokasi (CPCL) atau masuk dalam sistem aplikasi identik PKH.
“Sebaiknya dalam kejadian ini APH sudah bisa turun dalam mengumpulkan beberapa bahan untuk dijadikan sebagai pintu masuk bagi penyidik dalam melakukan penyelidikan terhadap adanya kelompok penerima bantuan yang di duga tidak jelas tersebut,”Ujarnya.
Lebih jauh ia menyampaikan dalam hal ini juga pihak Kementan perlu memberikan penjelasan terhadap bantuan tersebut, karena informasi yang kami dapatkan, bahwa bantuan tersebut merupakan bantuan dari pusat, yang diduga dari dana pokir anggota DPR RI.
Hal ini perlu segera dilakukan tindakan yang lebih serius dan pemerintah pusat selaku pemberi bantuan harus bertanggung jawab terhadap adanya bantuan sapi yang terindikasi mengalami PMK.
“Karena saat ini Tolitoli termasuk daerah yang aman dari PMK. Namun hanya karena bantuan yang diduga tidak melalui mekanisme dan penyaluran yang benar, sehingga ini mengacam populasi sapi kita di Tolitoli yang mencapai kurang lebih mencapai 17.000 ekor,”Terang Fahrul mengakhiri.
(LAPORAN : RIZAL)